Vivian
baru saja melangkah keluar dari apartemen ketika sosok Ael tiba-tiba saja
muncul dan menghalangi jalannya. Tubuhh menjulang itu berdiri tepat di depan
Vivian sambil menyedekapkan tangannya. Mood
Vivian yang sedang cerah-cerahnya tiba-tiba berubah mendung. Gloomy seketika. Dengan kesal ia
bergeser ke kanan untuk melanjutkan langkahnya tapi dengan cepat Ael kembali
menghalanginya. Akhirnya ia bergeser kea rah kiri, namun lagi-lagi Ael menutup
aksesnya untuk keluar.
“Minggir deh! Gue udah telat!” Perintahnya.
“Gue mau bikin perjanjian dulu sama lo!” Tegas Ael.
Vivian mengerutkan keningnya. Perjanjian? Perjanjian apa?
Jual-beli? Hutang-piutang? “Gue nggak ada waktu buat maen-maen nggak jelas sama
lo!”
“Siapa yang mau main-main sih Yang. Gue serius!”
“Ya udah apaan?” Akhirnya Vivian pasrah. Tidak ada
gunanya berdebat lama-lama dengan makhluk sinting di depannya ini. Yang ada
waktunya semakin terbuang percuma.
“Oke! Gue mau, ntar siang lo makan siang bareng gue!”
Jawab Ael. Sama sekali bukan tawaran atau permintaan. Itu pernyataan yang jelas
sekali tidak bisa dibantah.
“Nggak bisa! Gue ada janji mau makan bareng Indra.” Tolak
Vivian. Dirinya memang sudah ada janji untuk makan siang bersama Indra – atasan
sekaligus sahabatanya sejak kuliah.
Ael mengerutkan keningnya. Sejak kapan Ivy punya pacar?
Tanyanya dalam hati. “Indra siapa?” Tanyanya kepo.
“Kepo banget sih lo!” Vivian merasa tidak perlu menjawab
pertanyaan Ael. Waktunya justru akan semakin terbuang percuma. “Udah ya Ael.
Gue nggak punya banyak waku. Gue udah telat!”
“Nggak peduli! Lo nggak iya-in, lo nggak ngantor!” Jawab
Ael tidak peduli. Vivian menggeram dalam hati. Ia mengutuki dirinya sendiri
yang sialnya harus bertemu dengan orang yang cuek, nggak peduli dan percaya
dirinya sejuta seperti laki-laki menyebalkan ini.
“Oke! Tapi gue harus ngomong dulu sama Indra.” Lagi-lagi
Vivian hanya bisa pasrah. Di-iyain aja deh. Nggak mungkin gue nggak masuk
kantor, walaupun sebenernya gue rasa gue butuh banget libur sekarang.
‘Indra itu siapa sih?” Lagi-lagi Ael menanyakan Indra.
Bête juga dia kalo dari tadi nanya tapi nggak dijawab-jawab. Baru saja Vivian
hendak menjawab…. “Jawab aja langsung. Nggak usah ngatain gue kepo.” Sambungnya.
Vivian menarik napas panjang. “Atasan gue!” Jawab Vivian
akhirnya. Ael tidak berkomentar. Ia hanya memandang Vivian dengan tatapan
menyelidik. Seorang sekertaris makan siang dengan atasannya. Bukan berarti
tanpa alsan, kan? Pasti ada sesuatu.
“Biar gue aja yang ngomong!” Ucap Ael tiba-tiba.
“Ha?” Vivian hanya melongo mendengarnya. Otaknya masih
berusaha mencera apa yang baru saja dikatakan Rafael. Ael mau ngomong sama
Indra? Mau ngomong apa? Tiba-tiba Rafael menarik salah satu tangan Vivian dan
menyeretnya untuk mengikutinya.
“Eh…eh… tunggu tunggu! Lo mau bawa gue kemana?” Vivian
bertanya di sela-sela langkah tergesanya yang berusaha menyeimbangkan dengan
langkah-langkah panjang Rafael. “Lepasin! Sakit tau!” Teriaknya. Tapi Ael sama
sekali tidak menggubris teriakan Vivian itu. Yang ada cengkramannya malah
semakin kuat dan ia semakin menyeret Vivian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar